Pendahuluan KejadianLaporan yang diilhamkan oleh Allah, yang dikenal sebagai Kitab Suci ini, menyatakan bahwa Allah adalah Pribadi yang Hidup, Pencipta tertinggi dan berkuasa mutlak atas seluruh alam ini (
Yohanes 1:1-3;
Kolose 1:16-17).
Kalimat pertama pada satu-satunya wahyu Allah kepada manusia ini diawali dengan perkataan:
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (
Kejadian 1:1). Kitab Kejadian adalah buku pertama dari lima buku yang diilhamkan Allah kepada Musa untuk ditulis. Pemahaman tentang Kejadian sangat penting agar kita dapat memperoleh pengetian mengenai Sang Pencipta kita dan rencanaNya bagi kehidupan kita. Kejadian mengungkapkan kebenaran-kebenaran mendasar mengenai Allah sebagai Pencipta, Penyelamat yang penuh kemurahan, Pemimpin, dan Pemelihara, serta Hakim bagi mereka yang tidak memperdulikanNya. Kitab ini berisi satu-satunya laporan yang akurat mengenai asal usul dunia ini; penciptaan manusia, penetapan perkawinan, dan keluarga serta bagaimana kita ditetapkan untuk mengalami kematian karena dosa maupun apa yang kita harus lakukan untuk beroleh hidup kekal.
Ketika Yesus ditanya oleh para pengeritikNya mengenai perceraian, Ia tidak hanya menegaskan tentang keabsahan kitab Kejadian, melainkan Ia juga membeberkan kepalsuan Teori Evolusi. Kristus mengutip kitab Kejadian dengan mengatakan:
Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging? (
Matius 19:4-6;
Kejadian 1:27; 2:24). Kristus pula menegaskan tentang hubungan Kitab Kejadian dengan iman seseorang kepadaNya, dengan berkata:
Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepadaKu, sebab ia telah menulis tentang Aku(
Yohanes 5:46).
Firman Tuhan tidak perlu pengukuhan dari pihak manusia; apabila kesimpulan yang diambil oleh para arkeolog atau astronom bertentangan dengan Firman Allah, maka itu jelas membuktikan bahwa kesimpulan berdasarkan pikiran para ilmuwan yang terbatas itu telah keliru.
Allah Tritunggal terlihat dalam fasal 1 yang mengatakan:
Allah menciptakan ..... Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air .... Baiklah Kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Kita (Kejadian 1:1-2,26). Yesus juga mengatakan:
Segala sesuatu dijadikan oleh Dia (
Yohanes 1:3; untuk penjelasan lebih lanjut mengenai Trinitas, lihat renungan tanggal 18 Oktober tentang
Markus 12:29-30). Tujuan Alkitab bukan untuk menjadikan kita sebagai astronom, geolog, atau antropolog, melainkan untuk menuntun kita agar kita dapat menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaan Allah terhadap kita. Selanjutnya, Alkitab adalah Satu-satunya Sumber yang benar untuk memahami tujuan hidup manusia, serta menyiapkan kita memperoleh kehidupan kekal di Sorga bersama-sama dengan Sang Pencipta kita.
Fasal 1 -- 11 mencatat tentang 2,000* tahun pertama dari sejarah manusia. Sepanjang periode itu, enam peristiwa penting terjadi: (1) penciptaan segala sesuatu; (2) dosa Adam dan Hawa; (3) 1500 tahun kemudian, pembangunan bahtra oleh Nuh; (4) Air Bah; (5) 300 tahun kemudian, pembangunan menara Babel; dan (6) pengacauan bahasa manusia.
Fasal 12 -- 50 mencakup 500 tahun* berikutnya yang menyoroti kehidupan empat tokoh yaitu Abraham, Ishak, Yakub, dan Yusuf. Melalui tokoh-tokoh ini, kita menyaksikan kasih dan kesediaan Allah untuk melindungi dan memelihara umatNya.
Kejadian mengantar pembaca untuk melihat karya penebusan Allah, sebagaimana Wahyu, kitab terakhir, menubuatkan tentang bagaimana segala sesuatu yang ada sekarang akan berakhir pada permulaan kekekalan itu.
*Perhatian: Tahun yang dimaksud menunjukkan perkiraan periode-periode waktu.
Pandangan Gereja Katolik
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan dari Sary ini kami bagi menjadi dua bagian, bagian pertama (no 1-6) dan bagian kedua (no 7 dan 8). Berikut ini adalah pertanyaan dan jawaban bagian pertama, yaitu tentang kitab-kitab Deuterokanonika. Sedangkan bagian kedua akan kami jawab di artikel terpisah]
Pertanyaan:
Shalom, Ibu Inggrid dan Pak Steve
Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan tantangan iman dari seorang pengajar teologi dan filsafat Kristen. Beliau menyatakan bahwa agama yang memakai alkitab Deuterokanonika adalah agama yang sesat. (dan itu juga berarti bahwa beliau menuduh bahwa Gereja Katolik adalah sesat). Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan sehubungan dengan hal ini:
1. Mengapa Deuterokanonika tidak dijadikan satu dalam bagian kitab Perjanjian Lama, namun dipisahkan menjadi kitab Deuterokanonika itu sendiri? Saya mendengar bahwa dalam cetakan Inggris Deuterokanonika tidak dipisahkan dan menjadi satu dalam kitab PL dan urutannya pun berbeda. Apakah benar? Apabila benar, mengapa dalam cetakan Indonesia kitab Deuterokanonika itu dipisahkan?
2. Sebenarnya apakah arti kata Deuterokanonika itu dan apa sajakah syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh Bapa dan Gereja awal sehingga diputuskan bahwa Deuterokanonika masuk ke dalam bagian Alkitab?
3. Apakah dasar yang dipakai oleh Marthin Luther sehingga ia membuang kitab-kitab Deuterokanonika dari Perjanjian Lama?
4. Saya membaca beberapa bagian dalam kitab Deuterokanonika. Dalam kitab tersebut pada akhir pasal dituliskan catatan kaki yang menunjukkan hubungan antara ayat dalam Deuterokanonika dengan ayat-ayat dalam Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru. Pertanyaan saya, apakah catatan kaki ayat-ayat tersebut itu ditulis untuk menjelaskan ayat dalam PL/ PB ataukah adanya catatan kaki di Deuterokanonika itu menunjukkan bahwa penulisan PL atau PB itu juga mengutip ayat-ayat dari Deuterokanonika?
5. Saya juga telah membaca beberapa kutipan mengenai penggunaan ayat Deuterokanonika dalam PL/PB seperti yang tersedia di website Bapak/ Ibu. Pertanyaan saya, apakah pengutipan itu diambil dari kitab Deuterokanonika saja ataukah ada juga yang diambil dari kitab lain?
Contoh : Matt. 2:16 – Herod’s decree of slaying innocent children was prophesied in Wis. 11:7 – slaying the holy innocents.
Matt. 6:19-20 – Jesus’ statement about laying up for yourselves treasure in heaven follows Sirach 29:11 – lay up your treasure.
6. Saya juga membaca mengenai orang-orang protestan yang tidak mengakui Deuterokanonika karena orang-orang Yahudi sendiri menolak kitab tersebut. Mohon penjelasannya secara rinci siapakah yang dimaksud dengan Yahudi itu.
Sary
Jawaban:
Shalom Sary,
Sebenarnya pertanyaan- pertanyaan anda banyak yang terjawab melalui artikel Perkenalan dengan Kitab Suci (bagian ke-2),
silakan klik.
1. Kitab Deuterokanonika memang merupakan satu kesatuan dengan Kitab Perjanjian Lama
Kitab Deuterokanonika memang merupakan satu kesatuan dengan Kitab Perjanjian Lama (yang terdiri dari 46 kitab). Dalam edisi Vulgate (kitab Suci yang ditulis berdasarkan Septuagint, yaitu yang memuat kitab Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani pada tahun 250- 125 BC) Kitab Deuterokanonika termasuk di dalamnya, inilah yang dipakai oleh Gereja Katolik sampai sekarang. Maka benar bahwa di dalam Alkitab Katolik versi bahasa Inggris, memang kitab Deuterokanonika ini disatukan di dalam Perjanjian Lama. Jika di versi bahasa Indonesia dipisahkan, saya rasa itu kemungkinan karena pertimbangan kemudahan percetakan, dengan menggunakan dasar versi yang sudah ada dan diterima secara umum oleh semua umat Kristen di Indonesia.
2. Deuterokanonika adalah istilah yang dipakai setelah abad ke 16
Deuterokanonika adalah istilah yang dipakai setelah abad ke 16, yang artinya adalah yang termasuk dalam kanon kedua. Istilah ini dipakai untuk membedakan dengan kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya yang diterima oleh gereja Protestan, yang disebut sebagai proto-canon. Namun sebenarnya Kitab Deuterokanonika ini telah termasuk dalam kanon Septuaginta, yaitu Kitab Suci yang dipergunakan oleh Yesus dan para Rasul. Dengan berpegang pada Tradisi Para Rasul, Magisterium Gereja Katolik memasukkan kitab Deuterokanonika dalam kanon Kitab Suci, seperti yang telah ditetapkan oleh Paus Damasus I (382) dan kemudian oleh Konsili Hippo (393) dan Konsili Carthage (397). Kita percaya mereka diinspirasikan oleh Roh Kudus untuk menentukan keotentikan kitab-kitab ini, berdasarkan ajaran- ajaran yang terkandung di dalamnya. Kitab- kitab Deuterokanonika ini, bersamaan dengan kitab-kitab lainnya dalam PL dan PB, dikutip oleh para Bapa Gereja di abad- abad awal untuk pengajaran iman, dan prinsip- prinsip pengajaran pada kitab Deoterokanonika ini berada dalam kesatuan dengan PL dan PB.
3. Martin Luther tidak membuang Kitab- kitab Deuterokanonika
Sebenarnya, Martin Luther tidak membuang Kitab- kitab Deuterokanonika. Luther memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika itu di dalam terjemahan kitab suci-nya yang pertama dalam bahasa Jerman. Kitab Deuterokanonika juga terdapat di dalam edisi pertama dari King James version (1611) dan cetakan Kitab Suci pertama yang disebut sebagai Gutenberg Bible (yang dicetak satu abad sebelum Konsili Trente 1546). Kenyataannya, kitab-kitab Deuterokanonika ini termasuk di dalam hampir semua Kitab Suci sampai Komite Edinburg dari the British Foreign Bible Society memotongnya pada tahun 1825. Sampai sebelum saat itu, setidaknya kitab Deuterokanonika masih termasuk dalam appendix dalam Alkitab Protestan. Maka secara historis dapat dibuktikan, bahwa bukan Gereja Katolik yang menambahkan kitab Deuterokanonika, namun gereja Protestan yang membuangnya.
Namun demikian memang diketahui bahwa Luther cenderung menilai kitab-kitab dalam Kitab suci seturut dengan penilaiannya sendiri. Misalnya, ia melihat kitab Ibrani, Yakobus, Yudas dan Wahyu sebagai kitab-kitab yang lebih rendah dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain. Demikian juga dalam debatnya dengan Johannes Eck (1519) tentang Api Penyucian, maka ia merendahkan bukti yang diajukan oleh Eck yaitu kitab 2 Makabe 12, dengan merendahkan kitab-kitab Deuterokanonika secara keseluruhan. Ia juga mengatakan bahwa ketujuh kitab dalam Deuterokanonika tidak dikutip secara langsung di dalam PB. Namun jika ini acuannya, maka ada kitab-kitab yang lain dalam PL yang juga tidak dikutip dalam PB, seperti contohnya kitab Ezra, Nehemia, Ester, Pengkhotbah dan Kidung Agung, tetapi apakah kita akan membuang semua kitab-kitab itu? Tentu tidak bukan. Lagipula meskipun tidak ada kutipan langsung, namun ada banyak kutipan dalam PB yang mengacu pada apa yang tertulis dalam kitab Deuterokanonika. Contohnya, Ibr 11:35 tentang “Ibu-ibu yang menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab telah dibangkitkan. Beberapa disiksa dan tidak mau menerima pembebasan supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik….” ini mengacu kepada kisah seorang ibu yang menyerahkan ketujuh anak- anaknya dan akhirnya dirinya sendiri untuk disiksa, demi mempertahankan ketaatan mereka kepada hukum Taurat, seperti dikisahkan dalam kitab 2 Makabe 7. Kisah ini tidak ada di dalam kitab- kitab PL lainnya. Atau ayat 1 Korintus 2:10-11 yang mengajarkan bahwa manusia tidak dapat menyelami hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah yang telah ditulis dalam Yudith 8:14.
4. Catatan kaki yang terdapat pada kitab Deuterokanonika itu mengacu kepada ayat-ayat lain di dalam Alkitab
Catatan kaki yang terdapat pada kitab Deuterokanonika itu mengacu kepada ayat-ayat lain di dalam Alkitab yang mengisahkan hal yang sama/ serupa. Adanya kaitan ayat- ayat ini membuktikan bahwa kitab- kitab Deuterokanonika bukanlah kitab-kitab yang berdiri sendiri, melainkan merupakan kesatuan dengan kitab-kitab lainnya baik yang ada di PL maupun PB. Bahwa ada rujukan ke PL artinya ayat- ayat dalam kitab- kitab Deuterokanonika tersebut tersebut mengajarkan hal yang sama/ serupa dengan kitab- kitab PL lainnya, dan bahwa ada rujukan ke PB artinya pengajaran pada ayat- ayat kitab-kitab Deuterokanonika tersebut juga dikutip oleh para pengarang kitab- kitab PB, meskipun secara tidak langsung; atau prinsip pengajarannya diambil dan diajarkan kembali dalam PB.
Pada Alkitab The Jerusalem Bible, 1966, terbitan Dayton, Longman & Todd, Ltd dan Double Day, tercantum cukup banyak catatan pada ayat- ayat Kitab Deuterokanonika yang mengacu kepada ayat- ayat kitab-kitab lainnya di PL dan PB. Semua ini sungguh menjadi bukti yang kuat bahwa kitab-kitab Deuterokanonika ini sama-sama diinspirasikan oleh Roh Kudus, sama seperti kitab-kitab lainnya dalam PL dan PB.
5. PB memang mengambil banyak referensi kepada pengajaran di PL, termasuk kitab Deuterokanonika
Jika diperhatikan maka kita ketahui bahwa ayat- ayat di PB memang mengambil banyak referensi kepada pengajaran di PL, termasuk kita Deuterokanonika. Ada yang dikutip sama persis, atau ada juga yang kemudian diperjelas ataupun disempurnakan. Dalam konteks inilah kita melihat nubuat pembunuhan kanak- kanak pada Keb 11:7, yang kemudian diperjelas dalam Mat 2:16 tentang pembunuhan bayi-bayi dan kanak-kanak di bawah umur 2 tahun pada jaman kaisar Herodes. Sedangkan contoh yang lain pada Mat 6:19-20 yang mengajarkan agar kita tidak menaruh perhatian kepada mengumpulkan harta dunia yang bermakna kosong, melainkan kepada harta surgawi, itu secara prinsip telah diajarkan dalam PL, yaitu Sir 29:8-12, Ayb 22:24-26; Mzm 62:10, Tob 4:9, selain juga diajarkan di PB, yaitu Yak 5:2-3, ataupun di ayat paralelnya pada Injil Lukas 12:33-34.
Contoh- contoh semacam ini banyak sekali. Maka, jika anda tertarik mempelajarinya, saya menganjurkan anda membeli buku the Jerusalem Bible, dan anda dapat melihatnya dengan lebih detail.
6. Alasan tidak menerima kitab-kitab Deuterokanonika karena orang-orang Yahudi sendiri menolak kitab-kitab tersebut adalah alasan yang sangat ‘absurd‘/ tidak masuk akal.
Sebenarnya alasan tidak menerima kitab-kitab Deuterokanonika karena orang-orang Yahudi sendiri menolak kitab-kitab tersebut adalah alasan yang sangat ‘absurd‘/ tidak masuk akal. Yang dimaksud di sini mungkin adalah bahwa kanon Ibrani yang ditetapkan oleh para rabi Yahudi dalam konsili Javneh/ Jamnia sekitar tahun 100, hanya memuat 39 kitab PL, sedangkan Gereja Katolik berpegang pada Septuagint yang memuat 46 kitab (termasuk Deuterokanonika). Para rabi itu adalah orang -orang yang menolak Kristus, mereka tidak percaya kepada Kristus bahkan sampai saat ini. Bagaimanakah mereka dapat menentukan bagi Gereja, mana kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, dan mana yang tidak? Mereka (para rabi itu) menolak Kristus (kalau tidak menolak, mereka sudah jadi umat Kristiani), lalu bagaimana sekarang kita dapat mengatakan bahwa para rabi itu dipenuhi Roh Kudus untuk menentukan kanon Kitab Suci bagi Gereja?
Lagipula, jika kita mau secara obyektif melihat, selayaknya kita melihat pada penjelasan para pengarang Protestan yang bernama Gleason Archer dan G.C. Chirichigno membuat daftar yang menyatakan bahwa Perjanjian Baru mengutip Septuagint sebanyak 340 kali, dan hanya mengutip kanon Ibrani sebanyak 33 kali.
((Gleason Archer dan G. C. Chirichigno,
Old Testament Quotations in the New Testament: A Complete Survey (Chicago, IL: Moody Press, 1983), xxv-xxxii.)) Dengan demikian, kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Baru, terjemahan Septuagint dikutip sebanyak lebih dari 90%. Jangan lupa, seluruh kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Dan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Yunani inilah yang ditolak oleh para Rabi Yahudi. Tetapi apakah kitab-kitab PL yang tertulis dalam bahasa Yunani ini berarti tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus? Tentu tidak bukan. Meskipun ditulis bukan dalam bahasa Ibrani, kitab-kitab tersebut tetap orisinil dan asli, sebab memang pada saat itu bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Yunani.
Demikian yang dapat saya tuliskan untuk pertanyaan anda no 1 sampai 6. Jawaban no.7 dan 8-nya menyusul, karena topiknya juga berbeda dengan yang telah disampaikan di atas.
Kalau ada yang menuduh Gereja Katolik itu sesat, janganlah sampai membuat kita marah atau membalas. Janganlah kita menghakimi mereka ataupun mengatakan hal-hal yang negatif tentang mereka, sebab bisa jadi memang mereka mengatakan demikian karena mereka diajarkan demikian oleh para pengajar mereka (mereka tahu-nya demikian). Maka yang terpenting, menurut hemat saya, adalah kita sebagai orang Katolik mempelajari iman kita agar kita dapat menemukan kebenaran. Jadi, kalau ada orang yang bertanya pada kita, kita tahu bagaimana harus memberikan pertanggungjawaban iman kita. Biar bagaimanapun Kebenaran itu akan kelihatan dengan sendirinya, dan membuktikan bahwa Gereja Katolik, yang setia berpegang kepadanya, tidak sesat seperti yang dituduhkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Apakah Deuterokanonika Tidak Termasuk Dalam Alkitab ?
Umat Kristen non-Katolik sering mengatakan bahwa kitab-kitab deuterokanonika disebut kitab-kitab Apokrif dan seharusnya tidak menjadi bagian dari Kitab Suci. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat kita pegang:
1. Sebaiknya tidak menggunakan istilah “Apokrif”
Sebenarnya menurut St. Agustinus perkataan “Apokrif” atau apocrypha artinya adalah ‘tidak jelas asal usulnya’ yang berkonotasi dengan buku yang tidak diketahui pengarangnya atau buku yang keasliannya dipertanyakan. Namun secara umum, perkataan “apokrif” tadi diartikan sebagai sesuatu yang ‘tersembunyi, salah, buruk atau sesat’, sehingga sebaiknya kita tidak menggunakan kata “apokrif” karena artinya sama sekali bukan penghalusan kata “deuterokanonika”, tetapi malahan sebaliknya, sebab menganggap bahwa kitab- kitab ini tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus.
Maka sebaiknya kita menggunakan saja kata “Deuterokanonika” yang terjemahan bebasnya adalah, “kanon yang kedua/ secondary”. Istilah ini dikenal pada abad ke-16, yaitu setelah Martin Luther dan para pengikutnya mulai membedakan antara ketujuh kitab dalam PL dengan kitab- kitab PL lainnya (yang mereka sebut sebagai proto-canon). Padahal, sudah sejak awal kitab- kitab Deuterokanonika termasuk dalam Septuagint, yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama yang ditulis di dalam bahasa Yunani, yang adalah Kitab Suci yang dipegang oleh Kristus dan para rasul.
2. Tidak seharusnya kita mengikuti hasil Konsili Javneh/ Jamnia
Setelah kehancuran Yerusalem di tahun 70, yaitu tepatnya tahun 90- an para ahli kitab Yahudi mengadakan konsili Jamnia (Javneh) untuk meninjau kanon Kitab Suci mereka, sambil juga menolak keberadaan Injil yang tidak mereka pandang sebagai tulisan yang diinspirasikan oleh Allah, karena mereka menolak Kristus. Konsili ini akhirnya memutuskan untuk tidak memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika di dalam Kitab agama Yahudi. Apa alasan persisnya kenapa disebut demikian memang tidak diketahui. Ada yang menyebutkan karena naskah asli dalam bahasa Ibraninya tidak diketemukan, namun yang ada hanya terjemahan bahasa Yunaninya, walaupun para Bapa Gereja pada jemaat Kristen awal tidak meragukan keaslian kitab-kitab ini. Silakan membaca di link ini,
silakan klik, untuk mengetahui bahwa para Bapa Gereja tidak pernah meragukan keotentikan kitab- kitab Deuterokanonika, dan bahkan mengutip ayat- ayat dalam Kitab tersebut dalam pengajaran mereka. [Para Bapa Gereja yang mengutip kitab- kitab Deuterokanonika dalam ajaran mereka, dan dengan demikian tidak meragukan keotentikan kitab tersebut, adalah: Para rasul dalam ajaran mereka Didache, Klemens, Polycarpus, Irenaeus, Hippolytus, Cyprian, Agustinus dan Jerome].
Walaupun sekarang umat Yahudi umumnya menerima hasil konsili Jamnia (Javneh) namun harus diakui bahwa tidak semua komunitas Yahudi menerima otoritas konsili Jamnia ini. Umat Yahudi di Ethiopia, misalnya, memilih kanon yang sama dengan kanon PL yang ditetapkan oleh Gereja Katolik, yang memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika (cf. Encyclopedia Judaica, vol. 6, p. 1147). Demikian pula sebenarnya, Gereja tidak perlu menerima otoritas konsili Jamnia, sebab: 1) Konsili agama Yahudi yang dilakukan setelah Kristus bangkit, tidak mengikat umat Kristiani, sebab kuasa mengajar telah diberikan kepada para rasul dan para penerusnya, dan bukan kepada pemimpin agama yahudi; 2) Konsili Jamnia menolak semua dokumen yang malah menjadi dasar sumber iman Kristiani, yaitu Injil dan kitab- kitab Perjanjian Baru. 3) Dengan menolak kitab- kitab Deuterokanonika ini, konsili Jamnia menolak kitab- kitab yang dipegang oleh Yesus dan para rasul, yang telah termasuk di dalam Kitab Suci mereka yaitu Septuaginta. Adalah fakta bahwa 2/3 kutipan dalam kitab Perjanjian Baru sendiri diambil dari Septuagint dan bukan dari kitab berbahasa Ibrani.
3.Kitab-kitab yang termasuk Deuterokanonika
Kitab-kitab yang termasuk Deuterokanonika ini adalah:
- Tobit
- Yudit
- Tambahan kitab Ester
- Kebijaksanaan
- Sirakh
- Barukh, termasuk tambahan surat Yeremia
- Tambahan kitab Daniel
- 1 Makabe
- 2 Makabe
Kitab-kitab tersebut sudah termasuk di dalam kanon Kitab Suci sesuai dengan yang ditetapkan oleh Paus Damasus I dalam sinode di Roma tahun 382 dan kemudian ditetapkan kembali pada Konsili Hippo (393) dan di Konsili Carthage (397). Jika kita membaca isi kitab Deuterokanonika tersebut tidak ada yang bertentangan dengan isi Alkitab yang lain, sehingga sesungguhnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kita-kitab tersebut ‘buruk’. Kitab tersebut malah memperjelas apa yang disampaikan dalam kitab Perjanjian Lama yang lain. Contohnya saja, di tambahan kitab Esther, ada uraian tentang mimpi Mordekai, surat penetapan Haman, doa Mordekai dan doa Esther, yang jika dibaca dalam kesatuan dengan Kitab Esther dalam kanon terdahulu dapat menjelaskan isi Kitab Esther secara lebih lengkap dan membuat ceritanya ‘make sense’. (Misalnya, di kitab terdahulu hanya disebut ada surat Haman, tetapi isi persisnya tidak dijabarkan, sedangkan di kitab tambahan Esther isi surat itu dijabarkan).
4. Mengapa Luther dan Calvin menolak Kitab- kitab Deuterokanonika
Kemungkinan Luther mencoret kitab Deuterokanonika terutama karena tidak setuju dengan isi Kitab 2 Makabe yang mengajarkan untuk berdoa bagi keselamatan jiwa orang-orang yang telah meninggal, sebab Luther berpendapat bahwa keselamatan diperoleh hanya karena iman (Sola Fide). Martin Luther juga menganggap beberapa kitab dalam Perjanjian Baru sebagai “kitab deuterokanonika”, seperti halnya surat rasul Yakobus – yang disebutnya sebagai “Epistle of straw/ surat jerami”, kitab Wahyu, dan surat Ibrani, karena kitab itu secara implisit mengutip kitab 2 Makabe 7, yaitu Ibr 11:35. Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa gereja Protestan mencoret Kitab Deuterokanonika karena ingin mengikuti hasil konsili Jamnia, agar lebih sesuai dengan kitab asli dalam bahasa Ibrani yang diterima oleh umat Yahudi. Namun seperti telah dijabarkan di atas, sesungguhnya umat Kristen tidak perlu mengikuti hasil Konsili Jamnia. Karena konsili itu menolak Kristus, menolak Injil dan Perjanjian Baru, bagaimana mungkin kita bisa mempercayai bahwa mereka mempunyai otoritas dari Roh Kudus untuk menentukan kanon Kitab Suci?
Walaupun Luther menolak kitab- kitab Deuterokanonika, namun setelah bertentangan sendiri dengan para tokoh Protestan lainnya, akhirnya Luther tetap memasukkan kitab- kitab tersebut dalam Kitab Perjanjian Baru. Luther dan para pengikutnya kemudian menyebut kitab- kitab Deuterokanonika sebagai kitab- kitab Apokrif (tidak diilhami Roh Kudus). Namun demikian, Luther tetap memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika tersebut di dalam terjamahan Kitab Suci yang disusunnya, sebagai tambahan/ appendix antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hal ini berlangsung terus sampai tahun 1827, saat the British and Foreign Bible Society mencoret atau membuang kitab- kitab Deuterokanonika dari kitab suci mereka.
Maka Kitab Suci versi Protestan yang ada sekarang, bukan saja tidak lengkap, jika dibandingkan dengan Kitab Suci dari Gereja Katolik, tetapi juga tidak lengkap jika dibandingkan dengan Kitab Suci yang umum mereka pakai selama sekitar 300 tahun (dari abad ke 16 sampai ke 19). Dan bahwa kitab suci Protestan sekarang ini usianya baru sekitar 150 tahun, dan ditetapkan oleh manusia, dan bukan oleh Tradisi turun temurun dari para rasul dan para Bapa Gereja. Tak dapat dipungkiri bahwa Luther menentukan sendiri kitab- kitab yang dianggapnya ‘lebih penting’ dari kitab- kitab yang lain berdasarkan pemahaman pribadinya; dan inilah yang kemudian mempengaruhi pandangan para pengikutnya. Sedangkan Gereja Katolik dalam menentukan kanon, tidak berdasarkan pemahaman pribadi melainkan dari bukti tertulis dari pengajaran para rasul dan Bapa Gereja, yang telah memasukkan kitab- kitab tersebut dalam tulisan mereka.
Jadi yang benar adalah Gereja Katolik tidak pernah menambah-nambah Kitab Suci, sebab memang dari sejak awal ditetapkan sudah demikian. Yang terjadi adalah pengurangan oleh pihak pendiri gereja Protestan, yang akhirnya diturunkan kepada generasi-generasi berikut dalam bermacam denominasi.