Update secara berkala dan bersifat ekumenis
Artikel ini diterjemahkan dari teks ceramah berbahasa Inggris yang disampaikan dalam sidang pleno Lausanne II, di mana pembicara adalah satu-satunya wakil Asia Tenggara yang memimpin sidang pleno dalam Kongres di Manila ini.
Dosa dan fakta
Tidak menyadari adanya bahaya merupakan bahaya yang lebih besar daripada bahaya itu sendiri. Demikian juga kemasabodohan dan kesalahmengertian mengenai dosa adalah berbahaya seperti dosa itu sendiri.
Tuhan tidak membagi manusia ke dalam 2 kategori ketika Ia berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil yang benar, tapi yang berdosa untuk bertobat.” Ini hanya sebuah ironi untuk orang berdosa yang tidak sadar akan keadaan mereka yang berdosa itu. Alkitab mengajar dengan jelas bahwa dosa adalah fakta yang dibukakan oleh Allah yang benar kepada manusia yang berdosa. Namun kesulitannya terletak pada bagaimana orang berdosa dapat mengerti dengan tepat akan keberdosaannya. Karena dosa juga telah merusak pada aspek pengertian manusia. Itulah alasan mengapa Alkitab terus menerus mengajarkan bahwa satu-satunya jalan untuk menjadi sadar mengenai dosa manusia adalah melalui iluminasi Roh Kudus. Sejak zaman Renaisance pandangan dunia yang anthroposentris mengenai manusia alami telah mencoba untuk mengintepretasikan ‘Allah’ dan ‘jiwa’ melalui diri manusia sendiri yang berdosa sebagai titik pusat dari alam semesta. Dengan menjunjung tinggi rasio sebagai alat mutlak untuk menemukan kebenaran dan menganggap natur sebagai tujuan akhir dari hasil yang dicapai untuk memecahkan semua problem manusia. Tapi sejarah menyatakan kesaksian yang jujur mengenai kegagalan manusia. Di bawah segala pencapaian hasil dangkal dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, psikologi, filsafat, dan bahkan agama, ada penyebab, yang nyata dan konsisten, dari ketidakseimbangan dan masalah-masalah. Lingkungan kita padat dengan jiwa-jiwa yang kosong sementara berlimpah materi, penuh kekuatiran akan perang sementara pembicaraan mengenai perdamaian tidak berhenti, penuh dengan ketidakamanan sementara dihasilkan senjata-senjata yang tercanggih. Bertambahnya angka bunuh diri sementara tersedia alat kehidupan yang lebih baik; kehancuran keluarga meningkat sementara kebebasan sex dan percintaan makin meluas. Kita sedang bermimpi dari Renaisance sampai abad 20 mengenai otonomi manusia yang lepas dari campur tangan Allah. Khususnya sejak abad 19, begitu banyak ideologi yang muncul untuk menciptakan satu optimisme modern yang naif, termasuk teologi liberal, evolusionisme dan komunisme. Semua ini gugur pada perang-perang yang menakutkan dalam abad 20. Demikian juga dengan revolusi internasional, politik, komunisme dan politik nasional, dan filsafat eksistentialisme. Semua mencoba untuk memecahkan persoalan manusia tapi sekarang kita tetap hidup dalam situasi kacau, tanpa tahu ke mana tujuan sejarah ini. Bagi zaman ini masalah intinya adalah mencari identitas manusia. Kita tetap berjuang untuk demokrasi, kebebasan, keadilan dan hak-hak manusia. Tidakkah ini tetap mengatakan kepada kita bahwa dosa dan keterhilangan adalah fakta yang tidak dapat disangkal? Tidak heran kalau Karl Barth berjuang melawan 2 profesor liberalnya, Adolf von Harnack dan William Hermann, yang mengajarkan persaudaraan umat manusia pada satu sisi, dan di sisi yang lain menyetujui invansi Jerman. Tidak heran bila pemimpin liberal Dr. Fosdick harus mengakui bahwa kaum liberal telah mengabaikan pengajaran atas dosa, yang begitu konkrit, dan kaum konservatif lebih mengerti akan hal ini. Tidak heran bila Niebuhr harus menekankan kembali kepada pengajaran yang alkitabiah untuk mengerti dosa seperti yang dinyatakan oleh perang dunia, dalam bukunya The Nature and Destiny of Man. Ini juga menjadi alasan yang sama mengapa Tillich menulis dalam buku hariannya, dalam khotbahnya – untuk kaum militer dalam perang dunia yang pertama, “Saya tidak melihat kehancuran dari gedung-gedung dihadapanku, tapi kehancuran dari kebudayaan.” Kebudayaan kita tampaknya mati, bahkan Rusia dan Tiongkok setelah kemenangan mereka atas sistem politik yang lama dan setelah menjalankan komunisme untuk beberapa dekade, para pemimpin mereka merasa pentingnya suatu pembaharuan. Mereka tetap menghadapi banyak kesulitan untuk berjuang melawan diri sendiri.
Konsep Yang Salah Mengenai Dosa
Meskipun manusia mencoba untuk lari dari fakta dosa, menawarkan dan menafsirkan ulang, manusia tetap tidak akan pernah dapat melarikan diri dari pernyataan Allah mengenai dosa dalam Alkitab. Alkitab mengajarkan dengan jelas bahwa dosa dimulai dari sejarah kejatuhan Adam, manusia pertama dan wakil dari umat manusia, dan kemudian memasuki dunia. Sebelum kita berpikir mengenai pengertian dosa, pertama mari kita melihat konsep yang keliru mengenai dosa.
Pertama, Alkitab tidak memberikan satu tempatpun bagi konsep pra-eksistansi kekal dari dosa. Dosa bukan suatu keberadaan kekal yang ada dengan sendirinya. Juga dosa maupun kejahatan bukan realitas yang berdiri sendiri. Demikian juga Iblis dan kuasa-kuasa kejahatan. Tidak ada apapun dan siapapun, hanya Allah sendiri yang ada dengan sendirinya dan merupakan realitas yang kekal. Hanya Allah yang tanpa awal dan akhir. Alkitab langsung menolak ontologi dualisme dalam agama.
Kedua, Alkitab tidak memberikan tempat bagi konsep bahwa dosa diciptakan atau sumber dari kejahatan. Kata “kejahatan” dalam Yesaya 45:7 (dalam terjemahan versi King James) harus dimengerti sebagai hukuman Allah dalam sejarah, sebagai manifestasi dari kebenaran dan pemerintahan-Nya kepada dunia yang berdosa, tapi bukan kejahatan secara ontologi ataupun moral.
Ketiga, Alkitab tidak memberikan tempat untuk Allah dipandang bertanggung jawab atas dosa. Mengenai hal ini, satu hal yang dapat kita lihat dari Alkitab adalah satu izin yang misterius untuk munculnya kejahatan sebagai akibat dari salah penggunaan akan kebebasan yang diciptakan di dalam makhluk-makhluk rohani, yang juga menjadi aspek dari gambar dan rupa Allah dan juga menjadi fondasi penting bagi moralitas, tetapi yang harus dipertanggungjawabkan pada keadilan dan penghakiman Allah.
Maka dosa muncul dari ciptaan sendiri. Sebagai ciptaan dari yang dicipta untuk melawan Pencipta mereka. Dalam hal ini, Yesus berkata, “Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44).
Apakah Dosa Itu
Sekarang kita memikirkan tentang dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa lebih dari sekadar kegagalan etika. Untuk menyatakan dosa dengan sesuatu yang tidak tepat hanya mendangkalkan arti dosa itu.
Pertama, berbicara secara philologi, dosa berarti “tidak mencapai target”. Perjanjian Baru menggunakan kata hamartia untuk mengindikasikan bahwa manusia diciptakan dengan sebuah standar atau target sebagai tujuan dan arah hidup. Ini berarti kita harus bertanggung jawab kepada Allah. Ketika dosa datang, kita gagal untuk mencapai standar Allah. Setelah kejatuhan manusia, pandangan manusia mengenai target kehidupan menjadi kabur dan kehilangan kriteria arah hidup. Inilah alasan Allah untuk mengutus Anak-Nya untuk kembali menunjukkan standar itu dan menjadikan Dia sebagai kebenaran dan kesucian kita. Tujuan hidup manusia hanya dapat ditemukan kembali melalui contoh sempurna dari Kristus yang berinkarnasi.
Kedua, berbicara dari sudut posisi, dosa adalah satu perpindahan dari status yang mula-mula. Manusia diciptakan berbeda, dalam perbedaan posisi, dengan tujuan untuk menjadi saksi Allah, diciptakan antara Allah dan Iblis, baik dan jahat. Setelah kejatuhan setan, manusia diciptakan dalam kondisi netral dari kebaikan, yang dapat dikonfirmasikan melalui jalan ketaatan, diciptakan sedikit lebih rendah dari Allah tapi mempunyai dominasi atas alam, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Ketaatan yang benar dari manusia di hadapan pemerintahan Allah adalah rahasia untuk mengatur alam, dan untuk mencapai tujuan benar dari kemuliaan natur pencipta dalam hidup manusia. Segala pencobaan datang kepada manusia selalu dalam usaha mencoba untuk membawa manusia jauh dari posisi rencana Allah yang mula-mula. Kemudian datang kekacauan. Hal yang sama terjadi juga kepada malaikat tertinggi ata Alkitab mengatakan, “Mereka tidak mempertahankan status mereka yang pertama” untuk menjelaskan kejatuhan mereka. Inilah satu konsep yang benar dalam mengerti mengenai dosa.
Ketiga, dosa adalah penyalahgunaan kebebasan. Penghormatan terbesar dan hak istimewa yang Allah berikan kepada manusia adalah karunia kebebasan. Kebebasan menjadi satu faktor yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagi fondasi dari nilai moral. Hasil moral hanya dapat berakar dalam kerelaan, tidak lahir karena paksaan. Arti kebebasan mempunyai dua pilihan: hidup berpusatkan Allah atau hidup berpusatkan diri sendiri. Ketika manusia menaklukkan kebebasannya di bawah kebebasan Allah, itulah pengembalian kebebasan kepada pemilik kebebasan yang mula-mula. Jenis pengembalian ini mencari kesukacitaan dari kebebasan dalam batasan kebenaran dan kebaikan Allah. Sejak Allah adalah realita dari kebaikan itu sendiri, segala macam pemisahan dari-Nya akan menyebabkan keburukan, dan juga hidup berpusatkan diri sendiri jelas penyebab dosa. Terlalu berpusat pada diri sendiri akan menjadi awal ketidakbenaran. Kebebasan tanpa batas dari kebenaran Allah akan menjadi kebebasan yang salah. Bukanlah suatu kebebasan yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata, “Tidak seorangpun dapat mengikuti Aku tanpa menyangkal dirinya sendiri.”
Keempat, dosa adalah kuasa yang menghancurkan. Dosa tidak hanya gagal dalam pengaturan tapi lebih dari itu adalah kuasa yang mengikat terus menerus yang tinggal dalam orang berdosa. Paulus menggunakan bentuk tunggal dan bentuk jamak dari dosa dalam kitab Roma. Bentuk jamak dari dosa mengindikasikan perbuatan-perbuatan salah, tapi bentuk tunggal dari dosa berarti kuasa yang mengarahkan segala perbuatan dosa. Paulus mempersonifikasikan dosa sebagai kuasa yang memerintah dan prinsip yang mengatur kehidupan orang berdosa. Ia juga merusak semua aspek kehidupan kepada satu tingkatan di mana tidak ada satu aspek kehidupan pun yang tidak kena distorsi atau polusi. Inilah yang ditekankan dan dijelaskan Reformator. Berjuang melawan pengertian tidak lengkap mengenai kuasa dosa dalam Scholastisisme abad pertengahan. Dosa tidak hanya mencemarkan aspek kehendak, tapi juga berpenetrasi pada aspek emosi dan rasio. Tujuan utama dari kuasa penghancur ini untuk menyebabkan manusia menghancurkan diri sendiri dan membunuh diri sendiri seperti yang dikatakan Kierkegard, bahwa manusia dilahirkan dalam dosa. Satu-satunya kuasa yang kita miliki adalah kuasa untuk membunuh kita sendiri.
Kelima, dosa adalah penolakan terhadap kehendak Allah yang kekal. Akibat utama dari dosa tidak hanya merusak manusia tapi juga melawan kehendak Allah yang kekal melalui manusia. Inilah hal yang paling serius yang berhubungan dengan kesejahteraan rohani semesta. Calvin mengatakan, “Tiada yang lebih besar daripada kehendak Allah kecuali Allah sendiri.” Ciptaan alam semesta, keselamatan umat manusia dan kebahagiaan kekal semua ada oleh kehendak Allah. Sejak dosa menolak terhadap kehendak Allah maka orang Kristen harus sadar pentingnya ketaatan yang setia kepada kehendak Allah. Seperti Kristus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Alkitab juga mengajarkan kita dalam 1Yohanes 2:17, bahwa dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.
Dosa dan Relasi Alam Semesta
Dosa tidak berhenti sebagai peristiwa saja tetapi terjadi perusakan yang lebih lanjut dalam orang berdosa dan menganggu seluruh susunan alam semesta. Dosa menghancurkan hubungan-hubungan baik secara pribadi maupun semesta, termasuk hubungan Allah dengan manusia, manusia dengan manusia. Dalam suatu pengertian yang lebih dalam, dosa juga menghancurkan hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu dosa membuat mustahilnya hidup harmonis, tapi yang paling dalam adalah rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Dari hak mula-mula yang kita miliki, kita diciptakan lebih tinggi dari alam. Alam diciptakan untuk manusia. Berarti manusia menikmati, menyukai, mengatur, memelihara dan menafsirkan alam dalam menjalankan fungsi kenabiannya. Tapi dosa telah membalikkan manusia sebagai penghancur, musuh, bahkan penghancur alam. Menyelidiki alam dan menemukan kebenaran Allah yang tersembunyi di dalamnya adalah dasar ilmu pengetahuan, tetapi sejak timbulnya dosa, ilmu pengetahuan gagal untuk berfungsi sebagai alat untuk memuliakan Allah dan berbalik kepada kemungkinan digunakan sebagai alat setan untuk menghancurkan Allah dan manusia. Sebagai akibat rusaknya hubungan antar manusia, manusia kehilangan potensi untuk merefleksikan kasih dari Allah Tritunggal, yang menjadi model bagi komunitas manusia. Saling menghargai atau menghormati, saling percaya, saling melengkapi adalah ketidakmungkinan dalam masyarakat kita. Sebaliknya kita melihat pemutlakan dari setiap individu sendiri untuk menolak orang lain dengan hidup berpusat pada diri sendiri yang menyebabkan tekanan dan sakit hati yang tanpa akhir dalam komunitas kita bahkan dalam hubungan internasional. Sebagai akibat dari hancurnya hubungan antara manusia dan diri sendiri, manusia menjadi musuhnya sendiri. Ia kehilangan semua damai rohani, perlindungan kekal, dan keyakinan akan arti hidup. Dan selanjutnya keberadaan manusia jadi sebuah pulau yang terisolasi dalam alam semesta, keberadaan yang lain menjadi neraka yang menyiksa dan kenihilan tampaknya sebagai suatu yang ada, yang menelan keberadaan kita ke dalam kenihilan. Semua terefleksi dalam eksistensialis atheistik modern.
Pemutusan hubungan yang paling serius dalam hubungan antara manusia dengan Allah, menjadi penyebab putusnya hubungan-hubungan yang lain. Ketika manusia dipisahkan dari Allah menjadi tanda tidak lagi ada relasi lain yang dapat diperbaiki. Tertutup semua kemungkinan damai tiap pribadi dalam roh dan damai universal di bumi. Seluruh abad 20 adalah ladang pelaksana dari ideologi abad 19 dan kita lihat tidak ada pengharapan sejati bagi masa depan kita, juga sekarang dalam dekade akhir dari abad ini. Kita tetap menghadapi ketidaktahuan akan kemungkinan masadepan. Tidakkah kini waktu yang tepat dibandingkan waktu lain untuk berpikir ulang dengan mendalam dan dengan tenang mengadakan evaluasi ulang? Segala kelemahan dari teologi yang muncul dari humanisme anthroposentris.
Alkitab mengatakan Allah adalah kasih, Allah adalah Hidup, Allah adalah Terang. Ia juga Allah dari Kebenaran, Kebaikan dan Kesucian. Apa model lingkungan yang kita miliki jika kita terpisah dari Allah yang sedemikian seperti yang dinyatakan dalam Kristus? Hanya satu kemungkinan yang tersedia bagi kita yaitu kebencian, kematian, kegelapan, penipuan, ketidakadilan, dan kerusakan-kerusakan yang jelas kita lihat pada zaman ini. Tidakkah kita harus mengakui bahwa ada gap besar antara mandat kultural Allah kepada manusia dengan hasil kultural yang dicapai manusia? Itulah dosa.
Dosa dan Keterhilangan
Akibat dari keterpisahan dari Allah jelas memimpin keberadaan orang berdosa ke dalam status keterhilangan, terhilang dari dukungan dan kehadiran Allah.
Pertama, dosa menyebabkan manusia tidak memenuhi kemuliaan Allah. Konsep Agustinus bahwa dosa sebagai kekurangan, harus lebih dimengerti sebagai akibat dosa dalam manusia daripada penafsiran mengenai dosa itu sendiri. Ketika dosa muncul, kemuliaan Allah langsung meninggalkan manusia. Ini berarti kehilangan hak istimewa manusia sebagai wakil Allah untuk menjadi reflektor kemuliaan-Nya. Kehilangan kemuliaan Allah dari manusia, membuat manusia berada dalam suatu kondisi yang sangat menyedihkan. Manusia akan hidup tanpa hormat dan kemuliaan, pendidikan akan menolak kebenaran, hak-hak manusia tidak mempunyai kebaikan, pengetahuan tanpa hikmat, pernikahan tanpa kasih, dan ilmu pengetahuan tanpa hati nurani / kesadaran, kebebasan tanpa kontrol. Inilah yang terefleksi dalam kitab Yehezkiel bahwa kemuliaan Allah bergerak secara perlahan-lahan dan meninggalkan Bait Allah. Berarti penghukuman Allah sudah dekat, akhir dunia sudah berada di ambang pintu.
Sejak zaman Renaisance, pandangan dunia yang anthroposentris mengenai manusia alami telah mencoba untuk mengintepretasikan ‘Allah’ dan ‘jiwa’ melalui diri manusia sendiri yang berdosa sebagai titik pusat dari alam semesta. Dengan menjunjung tinggi rasio sebagai alat mutlak untuk untuk menemukan kebenaran dan menganggap natur sebagai tujuan akhir dari hasil yang dicapai untuk memecahkan semua problem manusia. Tapi sejarah menyatakan kesaksian yang jujur mengenai kegagalan manusia. Di bawah segala pencapaian hasil dangkal dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, psikologi, filsafat dan bahkan agama, ada penyebab, yang nyata dan konsisten, dari ketidakseimbangan dan masalah-masalah.
Lingkungan kita padat dengan jiwa-jiwa yang kosong sementara berlimpah materi, penuh kekuatiran akan perang sementara pembicaraan mengenai perdamaian tidak berhenti, penuh dengan ketidakamanan sementara dihasilkan senjata-senjata yang tercanggih. Bertambahnya angka bunuh diri sementara tersedia alat kehidupan yang lebih baik; kehancuran keluarga meningkat sementara kebebasan sex dan percintaan makin meluas. Kita sedang bermimpi dari Renaisance sampai abad 20 mengenai otonomi manusia yang lepas dari campur tangan Allah. Khususnya sejak abad 19, begitu banyak ideologi yang muncul untuk menciptakan suatu optimisme modern yang naif, termasuk teologi liberal, evolusionisme dan komunisme. Semua ini gugur pada perang-perang yang menakutkan dalam abad 20. Demikian juga dengan revolusi internasional, politik, komunisme dan politik nasional, dan filsafat eksistentialisme. Semua mencoba untuk memecahkan persoalan manusia tapi sekarang kita tetap hidup dalam situasi kacau, tanpa tahu ke mana tujuan sejarah ini. Bagi zaman ini masalah intinya adalah mencari identitas manusia. Kita tetap berjuang untuk demokrasi, kebebasan, keadilan, dan hak-hak manusia. Tidakkah ini tetap mengatakan kepada kita bahwa dosa dan keterhilangan adalah fakta yang tidak dapat disangkal kaum Injili di seluruh dunia menegaskan ulang kesungguhan dari fakta dan efek dosa seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Penegasan ini lebih dari sekadar kebutuhan mendesak dalam era post-liberal dan post-modern, secara teologis dan sosia-politis. Dengan pengertian mendalam mengenai kebutuhan orang-orang berdosa akan keselamatan, cinta kasih berapi-api bagi orang berdosa, mari kita dengan setia memberitakan Injil ke dalam dunia yang berdosa.
“Bertobatlah karena Kerajaan Allah sudah dekat.” “Lihat Anak Domba Allah yang mengangkat dosa seluruh dunia.” Kata-kata pendahuluan yang agung dari Injil tetap berlaku sampai akhir zaman. Mari kita berseru, “Bertobatlah hai umat, koyakkan hatimu, bukan jubahmu!” kepada para pemimpin dan umat di dunia! Tinggikan salib Kristus yang menjadi pengharapan satu-satunya dari umat manusia, agar Roh Kudus mengiluminasikan generasi kita untuk menerima Kristus. Biarlah seluruh makhluk dengan rendah hati mengaku dosa di hadapan Allah, untuk membuka kembali pintu surga dan memohon belas kasihan dan pengampunan dari-Nya, yang akan menyembuhkan dunia yang berdosa.
Yang layak adalah Anak Domba yang telah disembelih! Kemuliaan bagi-Nya untuk selama-lamanya!
Source: thisisreformedfaith.wordpress.com/
Bebas Dari Belenggu Dosa
Kita semua sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Segala kecenderungan hati, pikiran dan perasaan kita selalu menentang Allah. Kita lebih suka melawan Allah daripada taat kepada perintah Allah. Dosa yang kita warisi dari Adam dan Hawa membuat status kita menjadi manusia berdosa di hadapan Allah dan secara natur, kecenderungan hati kita selalu ingin memuaskan kedagingan kita, nafsu kita, ego kita, dan dalam diri kita selalu muncul dorongan-dorongan dan kecederungan-kecenderungan untuk memberontak melawan perintah Allah, sebagaimana tertulis di dalam Alkitab:
Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, (Kejadian 6:5,TB-LAI)
Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku. (Mazmur 51:7,TB-LAI)
Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (Roma 3:23,TB-LAI)
Dosa ada di dalam diri kita dan tidak bisa dianggap remeh. Allah yang Mahasuci dan manusia berdosa tidak dapat bersatu sebagaimana terang tidak bisa bersatu dengan gelap. Kita berada di dunia yang terbuang akibat dosa. Dosa membuat kita menjadi seteru Allah. Allah murka terhadap dosa-dosa manusia. Dosa selalu timbul dan selalu timbul dalam diri manusia, sehingga ilustrasi yang berkata bahwa diri manusia ibarat gelas dengan air kotor, kemudian untuk membuat gelas menjadi jernih caranya adalah dengan membuang air kotor tersebut yang mungkin tidak bisa semuanya dibuang tetapi sedikit demi sedikit air kotor dibuang lalu diisi air jernih, begitu terus menerus sampai pada akhirnya manusia bisa dengan usaha sendiri membuat dirinya kembali jernih (suci). Ini ilustrasi yang bukan kebenaran dari Allah. Alkitab bersaksi bahwa meskipun manusia berusaha terus menerus menjernihkan diri dari dosa, tetapi di dalam diri manusia selalu timbul dorongan-dorongan dan kecederungan-kecenderungan berbuat dosa entah dalam hati, pikiran, angan-angan, perkataan, perbuatan. Demikian pula dengan usaha manusia agar beroleh pengampunan dosa dengan berpuasa. Ini pun sia-sia. Dengan berpuasa manusia tetap berbuat dosa dan tidak dapat menghilangkan status sebagai manusia berdosa di hadapan Allah. Meskipun berpuasa tetapi pelanggaran lampu lalu lintas dengan menerobos lampu merah masih dilakukan, rambu dilarang berhenti masih juga berhenti bahkan parkir. Pertengkaran, iri dengki, tetap dilakukan walaupun berpuasa. Uang yang menjadi hak untuk fakir miskin bila mau jujur perbandingan yang diberikan ke fakir miskin sangat kecil bila dibanding dengan uang dipakai untuk diri sendiri dengan memborong makanan-makanan dan minuman-minuman di supermarket-supermarket begitu padat dengan antrian luar biasa justru pada saat bulan puasa.
Timbul pertanyaan, ada orang yang hidupnya begitu saleh, suka menolong sesamanya. Bila ada pengemis diberi makanan, tidak pernah berkata kasar pada orang, tidak pernah membunuh orang, tidak punya musuh, tidak pernah mencuri, jujur dalam hidupnya, bahkan tidak mau makan hewani seperti ayam, sapi, babi, sebab memakan hewani berarti sama dengan membunuh, yang dimakan hanya nasi, sayur, buah. Bukankah orang seperti ini adalah fakta bahwa ada orang baik di dunia ini, mengapa Alkitab mengatakan semua orang sudah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah?
Jawab: Definisi “orang baik” tidak bisa subyektif dari sudut pandang manusia, tetapi harus dari sudut pandang Allah. Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah, bahkan bayi yang lahir pun tidak suci, karena semua manusia sudah berdosa.
- Membenci: Membenci mungkin dianggap sebagai suatu hal yang wajar atau biasa saja. Namun Alkitab mengajarkan bahwa orang yang membenci memiliki dosa yang sama dengan membunuh.
Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya. (1Yohanes 3:15, TB-LAI)
- Marah terhadap saudaranya:
21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. 22Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka (Injil Matius 5:21-22, TB-LAI)
- Memandang perempuan serta menginginkannya sudah berzinah di dalam hati.
27Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. 28Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. (Injil Matius 5:27-28, TB-LAI)
Di sini Yesus tidak memerintahkan agar wanita menutupi seluruh tubuhnya agar tidak menimbulkan nafsu birahi laki-laki yang memandangnya, tetapi justru Yesus Kristus berkata dengan sangat tegas ditujukan kepada laki-laki, bahwa memandang wanita dan menginginkan wanita itu, ia sudah berzinah dalam hatinya.
- Orang yang tahu bagaimana berbuat baik tapi tidak melakukan, sudah berdosa.
Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa. (Yakobus 4:17, TB-LAI)
- Hal-hal yang jahat timbul dari dalam diri manusia dan itu menajiskannya.
20Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 21sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Injil Markus 7:20-23, TB-LAI)
- Berbuat hal-hal yang tidak dikehendaki, karena dosa diam di dalam manusia.
20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. 21Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 22Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, 23tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. 24Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? 25Syukur kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. 26Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. (Roma 7:20, TB-LAI)
- Salah satu sikap manusia berdosa adalah munafik. Ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi, yang kelihatan di luar begitu suci, begitu dihormati, memiliki kedudukan dan terpandang. Namun Allah tidak melihat lahiriah tetapi hati (1Samuel 16:7, TB-LAI: ….Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”). Yesus mengecam sikap munafik. Yesus tidak sungkan bahkan berulang-ulang mengatakan sikap orang-orang munafik seperti ini dengan berkata: Celakalah!. (Injil Matius pasal 23:13-33, TB-LAI) Munafik adalah dosa. Yesus tidak sungkan mengecam dengan keras sikap munafik seperti itu dan hukumannya adalah dicampakkan ke dalam neraka.
Alkitab mengajarkan bahwa semua orang, siapa pun orangnya, apakah raja, apakah ratu, apakah presiden, apakah perdana menteri, apakah profesor, apakah artis, apakah guru agama, apakah tokoh agamawan, bahkan para nabi, para rasul, tidak ada orang suci di dunia ini; semua telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Para nabi dan para rasul yang kita pandang ‘suci’ pun adalah manusia biasa, yang juga ciptaan Allah, mereka semua pun berdosa di hadapan Allah dan kehilangan kemuliaan Allah. Dosa membuat manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah menjadi rusak, manusia kehilangan kemuliaan Allah dan hati manusia cenderung untuk melawan kehendak Allah. Sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, manusia telah menjadi seteru Allah. Dunia kita ini adalah dunia yang terhilang dari kemuliaan Allah, kita hidup di dalam kegelapan akibat dosa! Manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah, sebab itu tidak mungkin manusia bisa menghampiri Allah, entah itu melalui agama, berbuat amal dan kesalehan sebanyak-banyaknya, bersedekah sebanyak-banyaknya, berpuasa, mengasingkan diri untuk bertapa mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, maka semua usaha manusia pasti gagal dan sia-sia, sebab ada jurang pemisah antara manusia berdosa dengan Allah Yang Mahasuci. Allah Yang Mahasuci tak mungkin didekati oleh manusia berdosa dan manusia berdosa yang berhadapan dengan Allah Yang Mahasuci pasti binasa, sebagaimana terang dan gelap tidak dapat disatukan. Ada orang yang melatih diri untuk menjauhi segala keinginan dunia, mengasingkan diri bahkan ada yang menyiksa diri agar bisa menyucikan diri dengan jalan yang dianggap sebagai jalan menuju keselamatan, tetapi Firman Allah yang tertulis di dalam Alkitab menyatakan bahwa semua manusia telah berbuat dosa, sekalian manusia telah bejat, semua telah menyimpang dan kehilangan kemuliaan Allah. Manusia zaman sekarang ini di luar kelihatan rajin menjalankan keagamaan tetapi hanya menjadi aktivitas rutinitas saja, sudah tidak disertai rasa takut dan hormat kepada Allah. Tokoh agama yang seharusnya dijadikan panutan dan soko guru, namun telah mencabuli gadis didiknya; tokoh agama yang seharusnya memberi teladan yang baik, namun mengambil uang jemaatnya atas nama Tuhan untuk memperkaya dirinya sendiri dan keluarganya dengan berbagai rumah mewah dan kolektor mobil milyaran rupiah. Kisah pembunuhan sadis seorang wanita sebagai korban setelah dibunuh lalu diperkosa beramai-ramai di sebuah angkot lalu mayatnya dibuang begitu saja di pinggir jalan; ada pula pembunuhan setelah dibunuh lalu mayatnya dimutilasi lalu dimasukkan ke dalam tabung gas; ada yang mayatnya dimasukkan ke ember besar lalu dibuang ke sungai; ada yang mayatnya dipendam di halaman rumah lalu disemen dan diatasnya diberi bunga. Luar biasa mengerikan kuasa dosa yang membelenggu kehidupan manusia. Banyak juga yang berbuat dosa tetapi tidak pernah bertobat dan mengulang terus-menerus berbuat dosa. Dosa sudah membelenggu kehidupan manusia. Dosa bukan hanya sekadar moral manusia yang kurang baik, bukan hanya sekadar adanya suatu perasaan bersalah yang tak perlu dirisaukan, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa dosa ada di dalam diri manusia sehingga membuat manusia melakukan hal-hal yang jahat di mata Allah.
Timbul pertanyaan, bukankah Allah itu Mahapengampun? Cukup manusia meminta ampun, bertaubat dengan sungguh-sungguh di hadapan Allah maka Allah pasti mengampuni dosa manusia, tanpa perlu Yesus Kristus. Cukup manusia datang langsung kepada Allah dan minta ampun kepada-Nya, niscaya Allah pasti mengampuni.
Jawab: Benar, bahwa Allah itu Mahapengampun, tapi jangan lupa bahwa Allah juga Mahaadil. Bila Allah mengampuni dosa manusia tanpa kematian Yesus Kristus yang mengalirkan darah di kayu salib, Anak-Nya yang tunggal, maka Allah ingkar terhadap firman yang difirmankan-Nya sendiri:
Kejadian 2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” ,
Roma 6:23a: Sebab upah dosa ialah maut.
Manusia berdosa pasti binasa dan mengalami maut sebagai upah dosa. Manusia pertama akhirnya melanggar perintah Allah dan akhirnya manusia pertama memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, maka ganjarannya adalah mati. Dengan status manusia berdosa, bila Allah cukup hanya mengampuni, tanpa melalui kematian Yesus Kristus yang mengalirkan darah di kayu salib sebagai kurban penebus dosa, maka firman-Nya adalah dusta, sebab dosa tidak membuat manusia mengalami kematian rohani (maut) sebagai upah atas dosa-dosanya. Selain itu akan bertentangan dengan sifat-Nya sendiri yang Mahaadil bila membiarkan begitu saja pelanggaran yang melawan kehendak-Nya. Di 1Yohanes 3:4 tertulis: Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.” Bila pelanggaran hukum Allah kemudian Allah begitu saja memberi pengampunan maka akan bertentangan dengan sifat-Nya yang Mahaadil. Kita semua harus binasa karena dosa-dosa kita. Kita sudah berhutang kepada Allah yang tidak mungkin sanggup kita bayar. Allah menuntut kita hidup kudus dan taat kepada perintah-Nya, tetapi kita tidak taat dan selalu melawan Allah, karena dosa berkuasa dalam diri kita semua.
Di Perjanjian Lama, TUHAN memerintahkan kepada bangsa Israel agar orang yang berbuat dosa untuk pendamaian dosa harus mempersembahkan lembu jantan muda yang tak bercela:
Imamat 4:
1TUHAN berfirman kepada Musa: 2“Katakanlah kepada orang Israel:Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah satu dari padanya, 3 maka jikalau yang berbuat dosa itu imam yang diurapi, sehingga bangsanya turut bersalah, haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN karena dosa yang telah diperbuatnya itu, seekor lembu jantan muda yang tidak bercela sebagai korban penghapus dosa. 4Ia harus membawa lembu itu ke pintu Kemah Pertemuan, ke hadapan TUHAN, lalu ia harus meletakkan tangannya ke atas kepala lembu itu, dan menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN.
…
13Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu segenap umat Israel, dan jemaah tidak menyadarinya, sehingga mereka melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, dan mereka bersalah, 14maka apabila dosa yang diperbuat mereka itu ketahuan, haruslah jemaah itu mempersembahkan seekor lembu jantan yang muda sebagai korban penghapus dosa. Lembu itu harus dibawa mereka ke depan Kemah Pertemuan. 15 Lalu para tua-tua umat itu harus meletakkan tangan mereka di atas kepala lembu jantan itu di hadapan TUHAN, dan lembu itu harus disembelih di hadapan TUHAN.
TUHAN memerintahkan kepada Musa, bahwa pengampunan dosa memerlukan kurban yang tak bercela, memerlukan darah hewan yang dicurahkan sebagai tanda pengampunan dosa. Jadi, ajaran mengajarkan bahwa pengampunan dosa tanpa perlu ada darah tercurah maka itu adalah ajaran yang di luar kebenaran Allah. Allah adalah Mahapengampun, tetapi dalam mengampuni tidak cukup manusia bertobat begitu saja datang memohon ampun kepada-Nya, ada kurban yang diperlukan sebagai syarat pengampunan dosa. Dan perintah Allah kepada Musa ini adalah kiasan / gambaran tentang Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah kurban yang sempurna yang menyenangkan hati Bapa, darah Yesus Kristus di atas salib tercurah untuk mengampuni dosa manusia dan memperdamaikan manusia berdosa dengan Bapa.
Keselamatan Datang Dari Allah, Allah Berinisiatif Menyelamatkan Manusia Berdosa Dalam Yesus Kristus.
Kuasa dosa telah membelenggu manusia, tidak mungkin manusia bisa melepaskan diri dari kuasa dosa. Syukur kepada Allah. Allah tidak membiarkan manusia binasa di dalam dosa. Allah tidak menghendaki manusia binasa dalam dosa sebab Allah mengasihi kita, manusia berdosa. Allah sendiri yang berinisiatif menyelamatkan manusia, sebab tidak mungkin manusia dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari belenggu dosa karena semua manusia sudah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah; juga tidak mungkin malaikat yang menyelamatkan kita sebab malaikat pun adalah ciptaan Allah sama seperti manusia dan malaikat tidak berhak mewakili manusia dihadapan Allah untuk membayar lunas hutang dosa di hadapan Allah. Sebagaimana dulu bangsa Israel ditindas dengan begitu kejam di Mesir, kemudian Allah mendengar jeritan mereka sehingga Allah sendiri yang berinisiatif menyelamatkan umat-Nya dari perbudakan Mesir. Bila pada zaman dulu Allah mengutus Musa untuk menyelamatkan bangsa Israel, maka gambaran tersebut digenapi oleh Yesus Kristus, di mana Allah sendiri yang berinisiatif menyelamatkan manusia dari belenggu bukan hanya dalam arti perbudakan Mesir tetapi arti sesungguhnya adalah menyelamatkan manusia dari perbudakan belenggu dosa. Oleh sebab itu keselamatan yang sejati adalah datang dari Allah sendiri, maka Yesus Kristus, Sang Firman Allah berinkarnasi menjadi manusia sebagai pengantara antara manusia dan Bapa.
Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Injil Lukas 19:10 , TB-LAI )
Yesus Kristus, sehakekat dengan Bapa, merelakan diri-Nya dengan merendahkan diri-Nya untuk menjadi manusia, guna taat kepada perintah Bapa-Nya untuk menanggung dosa manusia dan menerima upah dosa, yaitu maut. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah. (2Korintus 5:21, TB-LAI). Di atas kayu salib, kutuk dosa ditimpakan kepada Yesus Kristus. Murka Allah atas dosa manusia ditimpakan kepada Yesus. Yesus dan Bapa adalah satu, sehakekat, saling mengasihi – Bapa mengasihi Anak dan Anak mengasihi Bapa, namun ada suatu waktu yaitu saat Yesus mati di kayu salib, Yesus harus terpisah dari Bapa. Bapa meninggalkan Yesus. Ini adalah penderitaan Kristus yang paling berat, terpisah dari Bapa, karena Yesus sedang mewakili manusia berdosa yang terpisah dari Bapa. Bapa meninggalkan Yesus dan ini dijadikan bahan ejekan, dijadikan cemooh dan hinaan bahwa ini bukti Yesus tidak disertai Allah. Kalau Yesus Allah, mengapa ditinggalkan oleh Bapa-Nya? Ini pandangan manusia berdosa. Bapa meninggalkan Yesus karena dosa-dosamu dan dosa-dosaku. Di atas kayu salib, Yesus sedang menerima kutuk dosa. Dia begitu sengsara di kayu salib untuk menerima murka Allah atas diri-Nya demi mengganti kita, manusia durhaka. Kita ini yang selayaknya di salib, termasuk para pengejek seharusnya dihukum karena dosa-dosa kita. Yesus rela dan setia taat kepada kehendak Bapa-Nya untuk menerima kutuk dosa. Nabi Yesaya telah menubuatkan tentang hal ini dan nubuat ini digenapi oleh Yesus Kristus:
3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. 4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. 5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. 6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. 7 Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. 8Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. 9 Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. (Yesaya 53:3-9, TB-LAI)
Nubuat Nabi Yesaya ini berbicara tentang Yesus Kristus. Yesus Kristus disalib karena dosa-dosa kita. Kita seharusnya yang menanggung kesengasaraan atas dosa-dosa kita, kita seharusnya yang diremukkan oleh kejahatan kita, tetapi Bapa begitu mengasihi kita sehingga Bapa mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal, yang sehakekat dengan Bapa, untuk diremukkan akibat dosa-dosa kita. Nubuat ini tidak berbicara tentang nabi lain. Tidak ada nabi, yang seorang manusia berdosa sama seperti kita yang mampu menanggung dosa umat manusia di sepanjang abad. Dialah Yesus Kristus, seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, Dia membiarkan dirinya ditindas karena dosa-dosa kita. Bapa berkehendak untuk meremukkan Putra-Nya yang sangat dikasihi-Nya dengan kesakitan sebagai kurban penebus salah, selanjutnya melalui kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa Ia Hidup dan menang atas kuasa maut. Ini adalah bukti kasih Allah kepada manusia berdosa, agar manusia memperoleh perdamaian kepada Bapa. Kasih yang sejati adalah kasih yang rela berkorban, tidak hanya diucapkan di bibir saja. Allah Mahakasih, bila dalam kasih-Nya tanpa ada pengorbanan, maka kasih Allah belum sempurna. Allah sejati tidak menuntut agar manusia mengasihi-Nya, tetapi Allah sejati berinisiatif mengasihi manusia berdosa dan salib Yesus Kristus adalah bukti kasih Allah, bukti bahwa Allah bukan saja mengasihi dunia yang berdosa, tetapi rela berkorban menderita sengsara bahkan mengorbankan nyawa-Nya yang dibuktikan melalui kematian-Nya di atas kayu salib. Inilah cinta kasih sejati, yang rela mengobarkan nyawanya bagi tebusan banyak orang. Mesias yang sejati adalah Mesias yang harus menderita (bdk. Injil Lukas 24:26, TB-LAI: Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?“).
Bekal apa yang kita bawa saat kematian tiba? Harta berupa emas, permata, tanah, apartemen, villa, segudang rumah, mobil-mobil supercar turbo engine 6.000 cc, motor superbike di atas 1.000 cc, uang ratusan milyar bahkan ratusan triliun rupiah; semua materi tersebut tidak dibawa mati. Lalu apa yang kita bawa? Sebagian dari kita akan berkata bahwa kita membawa bekal amal dan perbuatan baik. Tidak sama sekali! Semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah, kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri (Yesaya 53:6, TB-LAI). Kita mati membawa dosa-dosa kita yang begitu banyak, yang kita buat setiap hari selama bertahun-tahun hidup di dunia ini untuk dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Bila dibandingkan dengan amal dan perbuatan baik, dosa-dosa yang diperbuat setiap hari telah menutupi amal dan perbuatan baik kita. Andil manusia berdosa termasuk amal dan perbuatan baik agar dapat memperoleh keselamatan adalah 0 (nol) di mata Allah, karena manusia adalah seteru Allah. Allah adalah Mahapengampun atas dosa-dosa kita adalah benar, namun Allah juga adalah Allah Mahakudus. Manusia berdosa yang menjadi seteru Allah, tidak mungkin bisa menghampiri Allah Mahakudus. Usaha manusia menuju kepada Allah pasti gagal, ada jurang pemisah antara manusia berdosa dengan Allah yang Mahakudus. Maka keselamatan yang sejati datangnya harus dari Allah sendiri, sebab tak mungkin manusia menyelamatkan dirinya sendiri. Yesus Kristus adalah pendamai manusia berdosa dengan Bapa:
Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! (Roma 5:10 , TB-LAI)
Beriman kepada Yesus tidak cukup mengaku bahwa Yesus adalah salah satu nabi dari sekian banyak nabi atau orang yang memiliki moral yang begitu mulia. Beriman kepada Yesus Kristus, adalah beriman bahwa Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, Yesus adalah terang dunia dan barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan memiliki terang hidup. Yesuslah jalan, Yesuslah kebenaran dan Yesuslah hidup. Di luar Yesus, tidak ada jalan keselamatan, di luar Yesus tidak ada kebenaran, di luar Yesus tidak ada hidup.
15supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 17 Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. 18 Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. 19 Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. 20 Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; 21 tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.” (Injil Yohanes 3:15-21, TB-LAI)
Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” (Injil Yohanes 3:36, TB-LAI)
Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Injil Yohanes 14:6, TB-LAI)
11 Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. 12Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. (1Yohanes 5:11-12, TB-LAI)
Tanpa Yesus Kristus maka murka Allah tetap ada di kita dan kematian kekal adalah upah dari dosa-dosa kita di hadapan Allah. Tanpa darah tercurah sebagaimana TUHAN telah memerintahkan bangsa Israel untuk membawa kurban melalui darah hewan yang tercurah sebagai pengampunan dosa, maka Yesus Kristus adalah penggenapan dari hukum Taurat. Melalui darah Yesus Kristus yang tercurah di atas kayu salib, maka setiap orang yang beriman kepada Yesus Kristus maka Bapa berkenan untuk mengampuni dosa-dosa dan memberikan hidup yang kekal. Marilah kita simak ayat di Injil Yohanes 10:11-15 berikut ini:
11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; 12sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. 13Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. 14Akulah gembala yangbaik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku 15samaseperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku
Mari datanglah kepada Yesus Kristus, akuilah segala dosa dan undang Yesus masuk untuk mengubah kehidupan lama Saudara menuju kehidupan baru di dalam pimpinan Allah, sehingga hidup yang sementara di dunia ini menjadi bermakna karena Yesus Kristus memperbaruhi kehidupan Saudara menjadi kehidupan yang berkenan dan menyenangkan hati Allah.
Source : thisisreformedfaith.wordpress.com/
KEMBALI KE DAFTAR ISI PENCET